PERKEMBANGAN TAREKAT DI PAHANG.
PENGERTIAN
TAREKAT
Tarekat berasal
dari bahasa Arab thariqah ุงูุทุฑููุฉ,
jamaknya tharaiq, yang berarti:
(1) jalanุทุฑูู atau
petunjuk jalan atau cara,
(2) Metodeู
ููุงุฌ , system (al-uslub),
(3) mazhab ู
ุฐูุจ ,
aliran, haluan (al-mazhab),
(4) keadaan (ุงูุญุงูุฉ),
(5) tiang
tempat berteduhุนู
ุงุฏ , tongkat, payung
(‘amud al-mizalah).
Menurut Al-Jurjani ‘Ali bin Muhammad bin ‘Ali
(740-816 M), Tarekat ialah metode khusus yang dipakai oleh salik (para penempuh
jalan) menuju Allah Ta’ala melalui tahapan-tahapan/maqamat
ู
ูุงู
ุงุช.Dengan demikian Tarekat memiliki dua pengertian, pertama ia
berarti metode pemberian bimbingan spiritual kepada individu dalam mengarahkan
kehidupannya menuju mendekatkan diri dengan Tuhan. Kedua, Tarekat sebagai
persaudaraan kaum sufi (sufi brotherhood) yang wujud dengan adanya lembaga formal seperti zawiyah,
ribath, atau khanaqah.Sebuah Tarekat biasanya terdiri dari penyucian batin,
kekeluargaan Tarekat, upacara keagamaan, dan kesadaran sosial. Penyucian batin
melalui latihan rohani dengan hidup zuhud, menghilangkan sifat-sifat buruk, mengisi sifat
terpuji, taat atas perintah agama, menjauhi larangan, taubat atas segala dosa
dan muhasabah introspeksi terhadap semua amal pribadi. Kekeluargaan Tarekat
biasanya terdiri dari syaih Tarekat, syaikh mursyid (khalifahnya), mursyid
sebagai guru Tarekat, murid dan pengikut Tarekat, serta ribath (zawiyah) tempat
latihan, kitab-kitab, system dan metode zikir. Upacra keagamaan bisa berupa
baiat, ijarah atau khirqah, silsilah, latihan-latihan, amalan-amalan Tarekat,
talqin, wasiat yang diberikan dan dialihkan seorang syaikh Tarekat kepada
murid-muridnya (rujuk : Abu Bakar dalam Sri Mulyati,2004:9).Menurut Sri Mulyati
(2004:9),
Dari
unsur-unsur tersebut, salah satunya yang sangat penting bagi sebuah Tarekat
adalah salsilah. Salsilah menjadi tolok ukur sebuah Tarekat itu muktabarah
(dianggap sah) atau tidak.Dengan demikian aliran Tarekat berikut ini adalah
beberapa di antara Tarekat yang telah jelas sebagai Tarekat muktabarah yang
telah lama berkembang di Alam Melayu. Langkah awal untuk mengenal lebih dekat
mengenai Tarekat-Tarekat tersebut,mari kita mengkaji bersama uraian berikut.
Semoga umat Islam dapat membedakan mana Tarekat yang tidak melencong dari
ajaran syariat dan mana yang merupakan aliran sesat yang bersalut Tarekat.
SEJARAH TAREKAT
DI ALAM MELAYU
Masuknya
Tarekat ke Alam Melayu bersama dengan masuknya Islam ketika wilayah Nusantara
masih terdiri dari kerajaan-kerajaan melalui perdagangan dan kegiatan dakwah.
Sumber-sumber Cina menyebutkan ada pembangunan pemukiman Arab dan boleh
jadi pemukiman Muslim di pesisir barat Sumatera pada 54 H/674 M. Wilayah ini
merupakan rute perdagangan penting Arab dan Cina, serta pelabuhan strategis
bagi pedagang Arab, India dan Persia.Gelombang
perpindahan besar-besaran umat Islam berikutnya terjadi pada 264 H/878 M,
akibat pemberontakan Huang Chao di Cina Selatan di mana sekitar 120 atau 200
ribu pedagang dari barat – sebagian besar Muslim – dibunuh. Sebagian yang
selamat melarikan diri ke Kalah di pesisir barat semenanjung Malaysia serta di
San-fo-chi (Palembang). Perkampungan pedagang Muslim lainya disebutkan terletak
di Champa pada 430 H/1039 M dan di Jawa 475 H/1082 M. Sungguhpun banyak
perkampungan Muslim, terkesan tidak ada kegiatan dakwah yang menonjol hingga
akhir abad 7 H/13 M. Baru terjadi kegiatan dakwah yang meningkat pada awal abad
8 H/14 M dan terus menguasai seluruh kepulauan dalam abad berikutnya.Di Pahang
ditemukan sebuah makam lama tinggalan orang sufi yang datang ke daerah ini.Makam
ini terletak di Pulau Tambun Pekan,yangberdekatan dengan Kuala Sungai Pahang,
kerana pada masa itu laut merupakan jalan utama para pengunsi untuk berpindah
dari satu tempat ke satu tempat.
Kegiatan dakwah
yang bangkit sejak awal abad 8 H/14 M dan terus berkembang, diterajui oleh kaum
sufi. Dalam hikayat tempatan dan tradisi-tradisi lisan, terdapat banyak
keterangan tentang faqir (darwis), wali (orang suci), dan syekh (guru) di
kalangan penyebar awal Islam di berbagai wilayah selama abad 7 – 8 H/13 – 14 M.
Semua ini adalah istilah yang terdapat dalam kosakata tasawuf, yang tetap
dipertahankan, sehingga memberi kesan kuat bahwa para penyebar ini adalah kaum
sufi. Gerakan dakwah Muslim telah berjalan di pesisir timur Jawa di wilayah
Gresik yang dipimpin Maulana Malik Ibrahim yang merupakan keturunan dari Zain
Al Abidin, seorang cicit Nabi. Konon dia tinggal di Jawa sebagai juru dakwah
selama lebih dua puluh tahun, yang diteruskan oleh anak keturunannya seperti
Sunan Giri, Sunan Bonang dan Sunan Drajat.Di Pahang oleh Hamzah Fanzuri dan Sy
Nuruddin al Raniri dari India.
Ada pendapat,
islamisasi Jawa tidak lepas dari peran penting Melaka. Sebagai contoh, Sunan
Giri dan Sunan Bonang telah belajar di Melaka selama setahun dibawah
bimbingan Syekh Wali Lanang. Ketika Melaka jatuh ke tangan Portugis, Aceh
menjadi penerusnya sebagai pusat perdagangan Muslim. Aceh mencapai puncak dalam
bidang militer dan kekuatan perdagangan serta menyaksikan pertumbuhan tasawuf,
yang melahirkan zaman keemasan peradaban Melayu, khususnya menyangkut
intensitas kehidupan intelektual dan spiritual. Di Pahang dakwah Islam dimulai
oleh kaum sufi dimana mereka telah meneroka jauh ke Hulu Pahang dengan
mendirikan sebuah pasentren di Kg Lubuk Pelang berhampiran dengan pekan kecil
Kuala Krau Temerloh Pahang.Pusat ini begitu maju sehingga keluarga diraja
Pahang ketika mahzul dari takhta akan pergi ke sana untuk beribadat setelah
usia lanjut.
Selama itu
hiduplah sufi-sufi Melayu besar seperti Hamzah Al Fanshuri dan Syams Al-Din
Al-Sumatrani, dan diikuti oleh tokoh-tokoh sufi seperti Nur Al-Din Al-Raniri
dan Abd Al-Ra’uf Singkel. Melalui sejumlah tulisan dan penyebaran
Tarekat-Tarekat sufi, mereka memberikan kontribusi signifikan pada islamisasi
Kepulauan Nusantara. Tarekat yang pernah berkembang di Alam Melayu cukup
banyak, akan tetapi sebagian daripadanya hanya tinggal nama. Memang untuk
sampai pada kesimpulan apakah Tarekat itu masih ada, mengajarkan dan
melakanakan amalan secara lengkap, dan apakah masih ada pengikutnya, perlu
penelitian lebih mendalam .Sumbangan golongan ini kepada kekuatan mental pada
parajurit dan rakyat sangat kuat dan mendalam sehingga rakyat ketika itu begitu
bersemangat, kerajaan Aceh contohnya Berjaya menaakluki seluruh Asia Tenggara
dengan kekuatan dan bantuan para ahli sufi,begitu juga Para Sufi di Jawa Berjaya
menguasai seluruh daerah di Jawa dengan kekuatan dan ajaran para sufi.Beberapa
Tarekat yang popular di Alam Melayu hingga sekarang, antara lain : Tarekat
Tijaniah, Tarekat Sanusiah, Tarekat Syadziliyah, Tarekat Sammaniyah, Tarekat
Syattariyah, Tarekat Qadiriyah, Tarekat Khalawatiyah, dan Tarekat
Naqsyabandiyah.
BEBERAPA
TAREKAT AWAL DI ALAM MELAYU
1. Tarekat
Qodiriyah
Qodiriyah adalah
nama sebuah Tarekat yang
didirikan oleh Syeikh
Muhyidin Abu Muhammad Abdul Qodir Jaelani Al Baghdadi QS. Tarekat
Qodiriyah berkembang dan berpusat di Iraq dan Syria kemudian
diikuti oleh jutaan umat muslim yang
tersebar di Yaman, Turki, Mesir, India, Afrika dan Asia. Tarekat ini sudah
berkembang sejak abad ke-13.
Namun meski sudah berkembang sejak abad ke-13, Tarekat ini baru terkenal di
dunia pada abad ke 15 M. Di Makkah,
Tarekat Qodiriyah sudah berdiri sejak 1180 H/1669M.Syaikh Muhyidin Abu
Muhammad Abdul Qodir Al-Jaelani Al-Baghdadi QS. Tarekat Qodiriyah ini dikenal
simple. Yaitu bila murid sudah mencapai derajat syeikh, maka murid tidak
mempunyai suatu keharusan untuk terus mengikuti Tarekat gurunya. Bahkan dia
berhak melakukan mengubah Tarekat yang lain ke dalam Tarekatnya. Hal itu
seperti tampak pada ungkapan Abdul Qadir Jaelani sendiri, “Bahwa murid
yang sudah mencapai derajat gurunya, maka dia jadi mandiri sebagai syeikh
dan Allah-lah yang menjadi
walinya untuk seterusnya.”
Mungkin karena
keluasannya tersebut, sehingga terdapat puluhan Tarekat yang masuk dalam
kategori Qidiriyah di dunia Islam.
Seperti Banawa yang
berkembang pada abad ke-19, Ghawtsiyah (1517), Junaidiyah (1515 M), Kamaliyah (1584 M), dan
lain-lain, semuanya berasal dari India. Di Alam
Melayu, pencabangan Tarekat Qodiriyah ini secara khusus oleh Syaikh Achmad
Khotib Al-Syambasi digabungkan dengan Tarekat Naqsyabandiyah
menjadi Tarekat
Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah . Kemudian garis salsilahnya yang
salah satunya melalui Syaikh Abdul Karim Tanara Al-Bantani berkembang pesat di
seluruh Alam Melayu.Syaikh Abdul
Karim Tanara Al-Bantani ini berasal dari Banten dan merupakan
ulama Alam Melayu pertama yang menjadi Imam Masjidil Haram. Selanjutnya jalur
salsilahnya berlanjut ke Syaikh Abdullah Mubarok Cibuntu atau lazim dikenal
sebagai Syaikh Abdul Khoir Cibuntu Banten. Terus berlanjut ke Syaikh Nurun Naum
Suryadipraja yang berkedudukan di Pabuaran Bogor. Selanjutnya garis salsilah
ini saat ini berlanjut ke Syaikh Al Waasi Achmad Syaechudin. Syaikh Al
Waasi Achmad Syaechudin selain mempunyai sanad dari Tarekat
Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah juga khirkoh dari Tarekat
Naqsyabandiyah dari garis salsilah Syaikh
Jalaludin. Beliau sampai dengan hari ini meneruskan tradisi Tarekat
Qodiriyah Wa Naqsyabandiyahdengan halaqah dzikirnya yang
bertempat di Bogor Baru
kotamadya Bogor propinsi Jawa Barat. Di Pahang, tarekat ini
dipercayai diamalkan oleh Imam Zul Bayan dan anak nya Imam Nur Qadim yang
mengambil ajaran tasawuff dari Hamzah Fansuri di Aceh, Ajaran Martabat Tujuh di
praktiskan di Pahang.
2. Tarekat
Naqsyabandiyah
Naqsyabandiyah merupakan
salah satu Tarekat sufi yang paling luas penyebaran nya, dan terdapat banyak di
wilayah Asia Muslim (meskipun sedikit di antara orang-orang Arab) serta Turki,
Bosnia-Herzegovina, dan wilayah Volga Ural. Bermula di Bukhara pada akhir abad
ke-14, Naqsyabandiyah mulai menyebar ke daerah-daerah berdekatan dunia Muslim
dalam waktu seratus tahun. Perluasannya mendapat dorongan baru dengan munculnya
cabang Mujaddidiyah, dinamai menurut nama Syekh Ahmad Sirhindi Mujaddidi Alf-i
Tsani (”Pembaru Milenium kedua”, w. 1624). Pada akhir abad ke-18, nama ini
hampir sinonim dengan Tarekat tersebut di seluruh Asia Selatan, wilayah
Utsmaniyah, dan sebagian besar Asia Tengah. Ciri yang menonjol dari Tarekat
Naqsyabandiyah adalah diikutinya syari’at secara ketat, serius dalam beribadah
menyebabkan penolakan terhadap musik dan tari, serta lebih mengutamakan
berdzikir dalam hati, dan kecenderungannya semakin kuat ke arah keterlibatan
dalam politik (meskipun tidak konsisten).
Kebanyakan
orang Naqsyabandiyah Mujaddidiyah dalam dua abad ini menelusuri keturunan awal
mereka melalui Ghulam Ali (Syekh Abdullah Dihlavi [m. 1824]), karena pada awal
abad ke-19 India adalah pusat organisasi dan intelektual utama dari Tarekat
ini. Khanaqah (pondok) milik Ghulam Ali di Delhi menarik pengikut tidak hanya
dari seluruh India, tetapi juga dari Timur Tengah dan Asia Tengah. Pengganti
Ghulam Ali yang pertama di Khanaqah Delhi, Abi Sa’id, melewatkan beberapa waktu
di Hijaz untuk menerima pengikut baru. Anak dan pengganti Abu Sa’id, Syekh
Ahmad Sa’id, memilih tinggal di Madinah setelah suatu peristiwa besar pada
tahun 1857, memindahkan arah Naqsyahbandiyah India ke Hijaz untuk sementara.
Ketiga putra Ahmad Sa’id sama-sama memperoleh warisannya: dua orang pergi ke
Mekkah dan menarik pengikut dari India serta Turki di sana. Sementara yang
ketiga, Muhammad Mazhhar, tetap di Madinah dan mengelola pengikut yang terdiri
dari ulama dan pengikut dari India, Turki Daghestan, Kazan, dan Asia Tengah.
Namun, yang
paling penting dari pengikut Muhammad Mazhhar adalah seorang Arab, Muhammad
Salih al-Zawawi dan murid-muridnya yang tidak merasakan kebencian, yang umumnya
ditujukan kepada Ulama Pribumi terhadap orang-orang non Arab dalam masyarakat
mereka.Sebagai guru fiqih Syafi’i, dia memiliki akses khusus terhadap
orang-orang Alam Melayu dan orang-orang Melayu yang berkumpul di Hijaz, serta
berkat al-Zawawi dan murid-muridnyalah Naqsyabandiyah dikenal secara serius di
Asia Tenggara. Di Pontianak di pantai barat Kalimantan, masih terdapat berbagai
jejak garis Naqsyabandiyah yang terpancar dari Hijaz ini.
Akhirnya,
Khalidiyah memastikan pula penanaman pengaruh Naqsyabandiyah secara permanen di
dunia Melayu Alam Melayu. Abdullah Makki mempunyai murid dari Sumatera yaitu
Ismail Minangkabawi. Setelah lama menetap di Makkah, Minangkabawi menetap di
Penyengat wilayah kepulauan Riau. Di sana, ia memperoleh kesetiaan dari
keluarga pemerintahan, yang sudah mulai diperkenalkan pada Naqsyabandiyah oleh
Duta-duta pemerintah yang dikirim dari Madinah oleh Muhammad Mazhhar. Dia juga
pergi ke Melayu hingga Kedah, mempropagandakan Khalidiyah ke mana pun ia pergi.
Namun usahanya merupakan rintisan, dan digantikan oleh kegiatan dua Khalidiyah
yang tinggal di Makkah yaitu Khalil Hamdi Pasya dan Syekh Sulaiman Zuhdi.
Kenyataan bahwa kedua orang ini adalah pesaing, saling menuduh bahwa yang
lainnya adalah menyimpang dari prinsip Naqsyabandiyah, menyiratkan betapa dunia
Melayu Alam Melayu menjadi sumber pengikut yang kaya untuk Naqsyabandiyah.
Dalam jangka panjang, Sulaiman Zuhdi lebih berhasil dari pada pesaingya, hingga
Jabal Abi Qubais di Makkah, tempat dia tinggal, dipandang sebagai sumber
seluruh Tarekat Naqsyabandiyah di Asia Tenggara. Di antara murid ini banyak
yang mendirikan Khalidiyah di berbagai tempat di Sumatera, Jawa dan Sulawesi,
yang paling penting adalah Abdil Wahab Rokan (w. 1926). Beliau dikirim dari
Makkah pada tahun 1868 dengan misi untuk menyebarkan Khalidiyah di seluruh
Sumatera, dari Aceh sampai Palembang — misi yang beliau dilaksanakan dengan
sukses besar adalah dari pesantrennya di Bab Al-Salam, Lengkat-Tinggal menetap
selama tiga tahun di Johor, dan memungkinkan dia untuk memperluas pengaruhnya
lebih jauh ke Semenanjung Malaya.Imam Syahibudin ia itu seorang ulamak Pahang
dalam pertengahan abad ke 18 dipercaya melakukan ritul tarekat ini bersama
zikir al hadad yang beliau bawa dari Yaman. Di zaman Moden ini ,tarekat ini
sampai di Pahang di kawasan Raub hingga ke saat ini masih bersaki baki di
kawasan Lanchang Pahang.
Praktik
Naqsyabandiyah di Dunia Melayu Alam Melayu sejak awal sangat berbeza dengan
adanya ritual yang disebut dengan suluk, yakni menyendiri dengan jangka waktu
yang berbeza-beda dan sebagian diiringi dengan puasa. Asal usul praktik ini
sangat berbeza dengan tradisi Naqsyabandiyah yang tidak diketahui. Putusnya
hubungan dengan Makkah akibat penaklukan Hijaz oleh kaum Wahabiyah makin
menambah ciri khas bagi kaum Naqsyabandiyah di Melayu Alam Melayu.
3. Thariqah
Qadiriyah Naqsyabandiyah
Thariqah
Qadiriyah Naqsabandiyah adalah perpaduan dari dua buah Tarekat besar,
yaitu Thariqah Qadiriyah dan Thariqah Naqsabandiyah. Pendiri
Tarekat baru ini adalah seorang Sufi Syaikh besar Masjid Al-Haram di Makkah
al-Mukarramah bernama Syaikh Ahmad Khatib Ibn Abd.Ghaffar al-Sambasi al-Jawi
(w.1878 M.). Beliau adalah seorang ulama besar dari Alam Melayu yang tinggal
sampai akhir hayatnya di Makkah. Syaikh Ahmad Khatib adalah mursyid Thariqah
Qadiriyah, di samping juga mursyid dalam Thariqah Naqsabandiyah. Tetapi ia
hanya menyebutkan silsilah Tarekatnya dari sanad Thariqah
Qadiriyah saja. Sampai sekarang belum diketemukan secara pasti dari sanad
mana beliau menerima bai’at Thariqah Naqsabandiyah.
Sebagai seorang
mursyid yang kamil mukammil Syaikh Ahmad Khatib sebenarnya memiliki otoritas
untuk membuat modifikasi tersendiri bagi Tarekat yang dipimpinnya. Karena dalam
tradisi Thariqah Qadiriyah memang ada kebebasan untuk itu bagi yang
telah mempunyai derajat mursyid. Karena pada masanya telah jelas ada pusat
penyebaran Thariqah Naqsabandiyah di kota suci Makkah maupun di Madinah, maka
sangat dimungkinkan ia mendapat bai’at dari Tarekat tersebut. Kemudian
menggabungkan inti ajaran kedua Tarekat tersebut, yaitu Thariqah
Qadiriyah dan Thariqah Naqsabandiyah dan mengajarkannya kepada
murid-muridnya, khususnya yang berasal dari Alam Melayu.
Penggabungan
inti ajaran kedua Tarekat tersebut karena pertimbangan logis dan strategis,
bahwa kedua Tarekat tersebut memiliki inti ajaran yang saling melengakapi,
terutama jenis dzikir dan metodenya. Di samping keduanya memiliki kecenderungan
yang sama, yaitu sama-sama menekankan pentingnya syari’at dan menentang
faham Wihdatul Wujud. Thariqah Qadiriyah mengajarkan Dzikir
Jahr Nafi Itsbat, sedangkan Thariqah Naqsabandiyahmengajarkan Dzikir
Sirri Ism Dzat. Dengan penggabungan kedua jenis tersebut diharapkan para
muridnya akan mencapai derajat kesufian yang lebih tinggi, dengan cara yang
lebih mudah atau lebih efektif dan efisien. Dalam kitab Fath al-‘Arifin,
dinyatakan Tarekat ini tidak hanya merupakan penggabungan dari dua Tarekat
tersebut. Tetapi merupakan penggabungan dan modifikasi berdasarkan ajaran lima
Tarekat, yaitu Tarekat Qadiriyah, Tarekat Anfasiyah, Junaidiyah, dan Tarekat
Muwafaqah (Samaniyah). Karena yang diutamakan adalah ajaran Tarekat Qadiriyah
dan Tarekat Naqsyabandiyah, maka Tarekat tersebut diberi nama Thariqah
Qadiriyah Naqsabandiyah. Disinyalir Tarekat ini tidak berkembang di kawasan
lain (selain kawasan Asia Tenggara).
Penamaan
Tarekat ini tidak terlepas dari
sikap tawadlu’ dan ta’dhim Syaikh Ahmad Khathib al-Sambasi
terhadap pendiri kedua Tarekat tersebut. Beliau tidak menisbatkan nama Tarekat
itu kepada namanya. Padahal kalau melihat modifikasi ajaran yang ada dan
tatacara ritual Tarekat itu, sebenarnya layak kalau ia disebut dengan nama
Tarekat Khathibiyah atau Sambasiyah, karena memang Tarekat ini adalah
hasil ijtihadnya.
Sebagai
suatu mazhab dalam tasawuf, Thariqah Qadiriyah
Naqsabandiyah memiliki ajaran yang diyakini kebenarannya, terutama dalam
hal-hal kesufian. Beberapa ajaran yang merupakan pandangan para pengikut
Tarekat ini bertalian dengan masalah Tarekat atau metode untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT. Metode tersebut diyakini paling efektif dan efisien. Karena
ajaran dalam Tarekat ini semuanya didasarkan pada Al-Qur’an, Al-Hadits, dan
perkataan para ‘ulama arifin dari kalangan Salafus shalihin.
Setidaknya ada
empat ajaran pokok dalam Tarekat ini, yaitu : tentang kesempurnaan suluk,
tentang adab (etika), tentang dzikir, dan tentang murakabah.
Syeikh Ahmad
Khatib Sambas salah satu tokoh Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah
Sambas, salah
satu perbedaan yang menonjol antara Tarekat naqsabandiyah dengan qadiriyah
adalah, kalau Tarekat qadiriyah disuarakan dengan keras (zikir vokal) sedangkan
naqsabandiyah diucapkan dalam hati (zikir diam). Mengapa hal ini terjadi,
karena Ali sahabat Nabi Muhammad SAW adalah seorang yang periang, terbuka, dan
suka menantang orang-orang kafir dengan mengucapkan kalimat syahadat dengan
suara keras. Sebaliknya, Abu Bakar menerima pelajaran spritualnya pada malam
hijrah, ketika dia dan rasulullah sedang bersembunyi di sebuah gua. Karena di
seputar tempat itu banyak musuh, mereka tidak dapat berbicara keras dan
rasulullah mengajarinya untuk berzikir di dalam hati.
Kemungkinan
ketertarikan Khatib Sambas untuk mengubah Tarekat naqsabandiyah dan
menggabungkannya dengan Tarekat qadiriyah, adalah karena teknik-teknik zikir
diamnya yang begitu unik, sehingga dapat menyempurnakan keseimbangan zikir
vokal yang digunakan Tarekat qadiriyah. Dengan demikian, murid-murid Tarekat
qadiriyah-naqsabandiyah bisa lebih mudah, cepat, praktis, dan mendalam guna
memperoleh pengalaman spritualnya.
Namun yang
cukup menarik adalah, dari siapa Khatib Sambas memperoleh doktrin spritual
naqsabandiyah? Menjawab pertanyana ini, perlu dipertimbangkan situasi abad ke
18 dan 19, dimana afiliasi seorang ulama kepada lebih dari satu cabang sudah
menjadi sesuatu hal yang umum. Tapi sifatnya tetap menjadi misteri adalah dari
siapa Khatib Sambas memperoleh ajaran naqsabandiyah. Hal ini mengingat dia
tidak pernah menyebut nama gurunya dibidang tasawuf selain dari nama Shaykh
Shams al-Din.
Dalam sisilah
Khatib Sambas, ia hanya menyebut gurunya dari Tarekat qadiriyah. Sisilah
tersebut dimulai dari Allah melalui Malaikat Jibril. Padahal, adaptasi zikir
naqsabandiyah begitu eksplisit dalam terekat qadiriyah-naqsabandiyah. Tarekat
naqsabandiyah-lah yang memusatkan zikirnya pada enam titik halus (lataif) dalam
badan, jantung, dada kanan, dua jaru di atas puting kiri, dua jari di atas
putting kanan. Di tengah dada dan dalam otak.
Khatib Sambas
telah menerapkan konsep lataif dalam zikir qadiriyah, dia menuntut tidak hanya
hati yang disucikan dengan zikir tapi juga kelima lataif di dalam dada.
Pengaruh naqsabandiyah yang kedua terlihat dalam ajaran “menghadirkan rupa
shaykh di hadapan murid-murid,” kalau shaykh tidak hadir. Seorang murid
membayangkan hubungan yang sedang dijalin dengan seorang mursyid (pembimbing
spritual), seringkali dalam bentuk seberkas cahaya yang memancar dari seorang
mursyid. Ini tidak lain dari apa yang dinamakan rabitah shaykh dalam Tarekat
naqsabandiyah. Dalam Tarekat qadiriyah, rabitah biasanya tidak dilakukan.
Zikir qadiriyah
selalu jahr, bersuara, dan seringkali dengan suara keras. Kala Khatib Sambas
mengajarkan bahwa zikir bisa juga dilakukan tanpa suara, ini agaknya merupakan
hasil adaptasi dari zikir naqsabandiyah. Rumusan ajaran dan rumusan praktis
Tarekat qadiriyah-naqsabandiyah diuraikan oleh Khatib Sambas dalam karyanya
Fath al-Arifin.
4. Tarekat
Syathariyah
Tarekat
Syathariyah pertama kali digagas oleh Abdullah Syathar (w.1429 M). Tarekat
Syaththariyah berkembang luas ke Tanah Suci (Mekah dan Medinah) dibawa oleh
Syekh Ahmad Al-Qusyasi (w.1661/1082) dan Syekh Ibrahim al-Kurani (w.1689/1101).
Dan dua ulama ini diteruskan oleh Syekh ‘Abd al-Rauf al-Sinkili ke nusantara,
kemudian dikembangkan oleh muridnya Syekh Burhan al-Din ke Minangkabau.Tarekat
Syathariyah sesudah Syekh Burhan al-Din berkembang pada 4 (empat) kelompok,
yaitu; Pertama. Silsilah yang diterima dari Imam Maulana. Kedua, Silsilah yang
dibuat oleh Tuan Kuning Syahril Lutan Tanjung Medan Ulakan. Ketiga, Silsilah
yang diterima oleh Tuanku Ali Bakri di Sikabu Ulakan. Keempat; Silsilah oleh
Tuanku Kuning Zubir yang ditulis dalam Kitabnya yang berjudul Syifa’ aI-Qulub.Adapaun
ajaran Tarekat Syaththariyah yang berkembang di Minangkabau sama seperti yang
dikembangkan oleh ‘Abd al-Rauf al-Sinkili.
Di Tanah
Melayu, tarekat ini di kembangankan oleh Tuk Ku Pulau Manis di Terangganu, anak
muridnya di Pahang seperti Nahkoda Abdullah memperkembangkan tarekat ini di
kawasan Pekan dan di Cenor.
5. Tarekat
Syadziliyah
Secara pribadi
Abul Hasan asy-Syadzili tidak meninggalkan karya tasawuf, begitu juga muridnya,
Abul Abbas al-Mursi, kecuali hanya sebagai ajaran lisan tasawuf, Doa, dan
hizib. Ibn Atha’illah as- Sukandari adalah orang yang prtama menghimpun
ajaran-ajaran, pesan-pesan, doa dan biografi keduanya, sehingga kasanah tareqat
Syadziliyah tetap terpelihara. Ibn Atha’illah juga orang yang pertama kali
menyusun karya paripurna tentang aturan-aturan tareqat tersebut,
pokok-pokoknya, prinsip-prinsipnya, bagi angkatan-angkatan setelahnya.
Melalui karya-karya Ibn Atha’illah, tareqat
Syadziliyah mulai tersebar sampai ke Maghrib, Syadzili sendiri tidak mengenal
atau menganjurkan murid-muridnya untuk melakukan aturan atau ritual yang khas
dan tidak satupun yang berbentuk kesalehan populer yang digalakkan. Namun, bagi
murid-muridnya tetap mempertahankan ajarannya. Para murid melaksanakan Tareqat
Syadziliyah di zawiyah-zawiyah yang tersebar tanpa mempunyai hubungan satu
dengan yang lain.
Hizib-hizib
dalam Tareqat Syadzilliyah, di Alam Melayu, juga dipergunakan oleh anggota
tareqat lain untuk memohon perlindungan tambahan (Istighotsah), dan berbagai
kekuatan hikmah, seperti debus di Pandegelang, yang dikaitkan dengan tareqat
Rifa’iyah, dan di Banten utara yang dihubungkan dengan tareqat Qadiriyah.
Para ahli
mengatakan bahwa hizib, bukanlah doa yang sederhana, ia secara kebaktian tidak
begitu mendalam; ia lebih merupakan mantera megis yang Nama-nama Allah Yang
Agung (Ism Allah A’zhim) dan, apabila dilantunkan secara benar, akan
mengalirkan berkan dan menjamin respon supra natural. Menyangkut pemakaian
hizib, wirid, dana doa, para syekh tareqat biasnya tidak keberatan bila
doa-doa, hizib-hizib (Azhab), dan wirid-wirid dalam tareqat dipelajari oleh
setiap muslim untuk tujuan personalnya. Akan tetapi mereka tidak menyetujui
murid-murid mereka mengamalkannya tanpa wewenang, sebab murid tersebut sedang
mengikuti suaru pelatihan dari sang guru.
Tareqat ini
mempunyai pengaruh yang besar di dunia Islam. Sekarang tareqat ini terdapat di
Afrika Utara, Mesir, Kenya, dan Tanzania Tengah, Sri langka, Alam Melayu dan
beberapa tempat yang lainnya termasuk di Amerika Barat dan Amerika Utara. Di
Mesir yang merupakan awal mula penyebaran tareqat ini, tareqat ini mempunyai
beberapa cabang, yakitu: al-Qasimiyyah, al- madaniyyah, al-Idrisiyyah,
as-Salamiyyah, al-handusiyyah, al-Qauqajiyyah, al-Faidiyyah, al-Jauhariyyah,
al-Wafaiyyah, al-Azmiyyah, al-Hamidiyyah, al-Faisiyyah dan al- Hasyimiyyah.
0 comments